Setelah kematian mendadak kakak perempuan dan suaminya, seorang arsitek muda yang berjuang tiba-tiba menjadi “orang tua tunggal” bagi keponakan-keponakannya. Ketika kesempatan untuk kehidupan yang lebih baik datang, ia harus memilih antara kehidupan cintanya, kariernya, atau keluarganya.
Sinopsis Film 1 Kakak 7 Ponakan (2025)
1 Kakak 7 Ponakan adalah film drama keluarga Indonesia yang dirilis pada tahun 2025, disutradarai oleh Yandy Laurens dan diproduksi oleh Lachman G. Samtani, Suryana Paramita, Manoj K. Samtani, serta Deepak G. Samtani. Cerita ini diadaptasi dari sinetron populer tahun 1996 dengan judul yang sama. Film ini menghadirkan deretan aktor dan aktris ternama seperti Chicco Kurniawan, Amanda Rawles, Ringgo Agus Rahman, Niken Anjani, Kiki Narendra, Maudy Koesnaedi, Freya JKT48, Fatih Unru, Ahmad Nadif, hingga Kawai Labiba. Mengangkat isu sandwich generation, film ini menyoroti tragedi keluarga yang mengubah jalan hidup seorang mahasiswa arsitektur menjelang kelulusannya.
Film ini pertama kali diputar di Jogja-NETPAC Asian Film Festival pada 7 Desember 2024, lalu resmi rilis di bioskop Indonesia pada 23 Januari 2025, dan akhirnya tayang di Netflix mulai 10 Juli 2025. Sejak pemutarannya, film ini berhasil meraih lebih dari 1,2 juta penonton, menjadikannya salah satu film Indonesia terlaris di tahun tersebut.
Alur Cerita
Moko, seorang mahasiswa arsitektur, tinggal bersama kakaknya Agnes, suaminya Atmo, serta anak-anak mereka Woko, Nina, dan juga keponakan Atmo bernama Ano. Ketika Moko tengah menjalani sidang akhir, kabar buruk datang: Atmo meninggal akibat penyakit jantung, sementara Agnes berpulang usai melahirkan bayi bernama Ima. Kepergian keduanya membuat Moko secara tiba-tiba harus mengambil peran sebagai kepala keluarga, sekaligus merelakan mimpinya untuk melanjutkan studi S2 bersama kekasihnya, Maurin.
Kakak Moko yang lain, Osa, yang tinggal di Australia bersama suaminya Eka, tidak bisa kembali ke Indonesia karena alasan pekerjaan. Beban Moko bertambah berat ketika ia harus mengurus Ima yang masih bayi. Meski sempat diterima bekerja sebagai arsitek, pekerjaannya terhenti karena keterlambatannya akibat kerepotan mengurus keponakannya. Ia juga terpaksa mengakhiri hubungan dengan Maurin, merasa bahwa dirinya hanya akan menghalangi masa depan gadis itu. Tidak lama kemudian, Moko kembali menanggung tanggung jawab baru setelah seorang guru piano menitipkan anaknya, Ais, untuk diasuh.
Dua tahun berlalu, keadaan keluarga mulai lebih stabil. Ima sudah tidak terlalu bergantung, sehingga Moko berani mencoba melamar kerja kembali. Tanpa disangka, perusahaan tempat ia melamar adalah kantor tempat Maurin bekerja. Melalui rekomendasi Maurin, Moko akhirnya diterima. Meski demikian, tantangan tak berhenti—mulai dari biaya rumah sakit untuk Ano yang sakit usus hingga masalah laptop untuk presentasi kerja. Berkat bantuan Maurin, Moko berhasil melewati masa sulit itu.
Ketika Osa dan Eka akhirnya pulang dari Australia, keluarga mereka kembali lengkap. Namun, konflik muncul saat Ais dikenali oleh seseorang di resort tempat keluarga berlibur. Moko yang ditugaskan bekerja di Anyer semakin jauh dari keponakan-keponakannya, sementara Eka justru menambah beban dengan sering meminta uang dan ternyata terlibat investasi bodong. Situasi ini membuat Moko khawatir dan akhirnya pulang. Ia mendapati bahwa keponakan-keponakannya, termasuk Woko, Nina, dan Ano, diam-diam bekerja untuk menopang kehidupan keluarga.
Pertengkaran terjadi ketika Moko bersikeras bahwa anak-anak itu tidak seharusnya bekerja, sementara mereka ingin ikut berjuang. Maurin kemudian menengahi, menyampaikan bahwa setiap anggota keluarga bukanlah beban, justru bisa saling mendukung agar bersama-sama menghadapi hidup. Akhirnya, Moko dan para keponakannya saling berpelukan, meneguhkan rasa kasih sayang mereka.
Cerita ditutup dengan momen penuh haru, ketika Moko mengenang hari-hari pertamanya mengasuh keluarga ini, lalu menyadari betapa eratnya ikatan yang kini terjalin di antara dirinya dan ketujuh ponakannya.